BERITAKULIAH.COM, SURABAYA — Saat ini, media sosial tidak hanya berfungsi sebagai platform komunikasi yang luas, tetapi juga menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, keluhan, serta kritik terhadap pemerintah. Seringkali, kritik tersebut membentuk opini publik yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kebijakan.
Dalam beberapa tahun terakhir, tidak sedikit keputusan penting pemerintah yang diambil atau diubah setelah sebuah isu menjadi viral dan menuai tekanan besar dari warganet. Kondisi ini melahirkan fenomena yang dikenal sebagai viral-based policy, yaitu kebijakan publik yang muncul atau mengalami perubahan akibat tekanan atau viralnya suatu isu di media sosial.
Menurut data dari Komdigi.go.id, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 143 juta pengguna aktif per Januari 2025 yang mencakup 50,2% dari populasi nasional yang mencapai 285 juta jiwa.
Durasi penggunaan media sosial di Indonesia termasuk tinggi, yaitu lebih 40 menit daripada waktu rata-rata global (GoodStats, 2024). Salah satu alasan orang Indonesia menghabiskan banyak waktu di internet adalah karena banyaknya platform dan konten digital yang tersedia. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika penyebaran informasi dan tren di media sosial berlangsung sangat cepat.
Media sosial dapat membantu masyarakat mengekspresikan diri dan menyampaikan keresahan pribadi mereka.. Selain itu, media sosial juga berperan sebagai sarana bagi masyarakat untuk merespons berbagai dinamika sosial, politik, dan ekonomi. Berkat perubahan pola interaksi ini, kini menyuarakan keadilan, memobilisasi gerakan, dan upaya mengubah kebijakan dapat disampaikan juga melalui sosial media, perkembangan ini menghadirkan aktivisme digital (Zur & Hatuka, 2023).
Kegagalan sistem untuk menangani masalah sosial, ekonomi, dan politik yang mendesak menjadi alasan utama aktivisme digital.. Alih-alih menunggu, masyarakat mendesak pemerintah melalui gerakan-gerakan di dunia maya yang sering kali berujung pada aksi unjuk rasa di dunia nyata. Penggunaan media sosial juga dianggap sebagai ruang perlawanan terhadap apatisme, ketertutupan, dan semena-menanya kebijakan yang diambil institusi formal terhadap warganya.
Viral-based policy merupakan konsep keputusan kebijakan dipengaruhi oleh kemarahan masyarakat atau kampanye medsos yang viral. Pendekatan ini membuat pemerintah merenspons masalah yang telah menjadi pusat perhatian publik di medsos. (Puspita, 2024)
Viral-based policy membuka partisipasi publik yang lebih luas untuk mengakses informasi tentang kebijakan yang sedang dibahas, memberikan pendapat mereka, dan berpartisipasi dalam diskusi publik melalui medsos. Hal ini memungkinkan suara masyarakat yang tidak terdengar sebelumnya menjadi didengarkan dan memengaruhi kebijakan.
Masyarakat dapat dengan mudah mengadakan demonstrasi, petisi, atau kampanye untuk mengubah kebijakan pemerintah yang dianggap tidak menguntungkan masyarakat berkat kecepatan informasi yang cepat melalui medsos. Gerakan sosial seperti ini dapat menimbulkan tekanan politik yang besar dan memaksa pemerintah untuk mengubah kebijakannya. (Magriasti 2023)
Viral-based policy memberikan dampak positif maupun negatif. Di satu sisi, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mendengarkan aspirasi publik, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan, dan mempercepat pengambilan keputusan dalam situasi darurat. Namun, di sisi lain, kebijakan yang terlalu cepat diambil tanpa kajian mendalam dapat menimbulkan masalah baru atau tidak menyelesaikan akar permasalahan.
Sebagai contoh, isu penambangan nikel di pulau-pulau kecil Raja Ampat mulai ramai diperbincangkan publik dan organisasi lingkungan seperti Greenpeace sejak awal 2025. Greenpeace melakukan kampanye digital dan aksi damai yang menyoroti kerusakan ekosistem akibat aktivitas tambang di pulau-pulau seperti Pulau Gag, Kawe, dan Manuran. Mereka menilai penambangan di pulau kecil tersebut melanggar UU Pengelolaan Wilayah.
Karena mendapat kecaman dan kontra dari masyarakat, termasuk dengan adanya hastag #SaveRajaAmpat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, atas arahan Sekretaris Kabinet dan Presiden Prabowo Subianto, mulai mendalami persoalan ini dan pada 5 Juni langsung menyetop sementara produksi tambang dari perusahaan yang masih beroperasi, termasuk PT Gag Nikel yang telah beroperasi sejak 1972.
Pada 9 Juni 2025, Presiden Prabowo menggelar rapat terbatas dan memutuskan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) bagi empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, kecuali PT Gag Nikel yang masih memiliki izin operasional dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)
Secara resmi pada 10 Juni 2025, Menteri Sekretaris Negara mengumumkan pencabutan izin keempat perusahaan tambang tersebut sebagai respons atas tekanan publik dan hasil temuan pelanggaran lingkungan serta demi menjaga kelestarian ekosistem Raja Ampat.
Kasus tersebut menggambarkan bahwa respons pemerintah terhadap isu yang viral dapat mendorong perubahan kebijakan yang lebih selaras dengan kebutuhan masyarakat. Namun, pemerintah tetap harus melakukan kajian yang komprehensif sebelum mengambil keputusan agar kebijakan yang dibuat efektif dan tidak menimbulkan masalah baru. Kebijakan yang diambil secara reaktif terhadap isu viral sering menghadapi berbagai kendala dalam pelaksanaannya, terutama karena kurangnya perencanaan yang matang.
Selain itu, kebijakan yang terbentuk akibat tekanan isu viral sering kali mengabaikan aspek legalitas dan kesiapan infrastruktur, yang berpotensi menyebabkan regulasi menjadi tidak konsisten, tumpang tindih dengan kebijakan sebelumnya, atau bahkan melanggar hukum yang lebih tinggi.
Menurut Sri Mujiarti Ulfah, S.Sos., M.A.P. ketika sebuah kebijakan diumumkan tanpa kajian yang matang dan tanpa mempertimbangkan dampak serta respons masyarakat, hasilnya adalah ketakpastian yang berujung pada penolakan luas, situasi ini bukan hanya merugikan pemerintah, tetapi juga menciptakan kebingungan di tengah masyarakat. Kurangnya koordinasi di antara tim perumus kebijakan menjadi faktor utama yang membuat kebijakan-kebijakan ini terkesan tidak solid.
Keputusan yang terburu-buru dan kurangnya penyelarasan di antara kementerian atau lembaga terkait membuat kebijakan lebih sering menimbulkan kontroversi daripada solusi, selain itu, orientasi pengambilan kebijakan yang tidak mementingkan kepentingan rakyat menjadikan kebijakan ini malah menyusahkan rakyat sehingga melahirkan aksi penolakan dari rakyat yang terus berulang.
Selaras dengan Agenda Setting Theory oleh John (2007) yang mengungkapkan bahwa politisi dapat membingkai isu dengan tujuan memasukkan masalah tersebut ke dalam agenda kebijakan melalui seberapa besar isu tersebut menarik perhatian publik dibandingkan isu-isu lainnya yang berimplikasi bahwa viralnya isu mampu mendorong kebijakan.
Pemerintah harus memperkuat proses pembuatan kebijakan dengan mengintegrasikan riset yang tepat, melakukan perencanaan jangka panjang, serta meningkatkan komunikasi dengan publik. Hal ini bertujuan tidak hanya untuk menghindari perubahan kebijakan yang tiba-tiba, tetapi juga untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
Viral-based policy justru membatasi ruang partisipasi publik dan sering kali didominasi oleh reaksi emosional semata. Kebijakan yang efektif perlu disusun melalui tahapan yang sistematis, logis, dan didasarkan pada data yang valid,, karena pada akhirnya pemerintah tetap memiliki peran dan tanggung jawab sebagai pembuat keputusan yang sah.
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, A. S., Kurniasih, D., & Indranika, D. B. (2025). Dinamika kebijakan publik di Indonesia dalam menghadapi isu viral: Antara respons dan tantangan implementasi. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara, 12(1), 164–174. https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/dinamika
Yulanda, Z. (2025, April 30). Dampak viral-based policy dalam pelayanan publik. Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. https://tcpdf.org
Ombudsman Republik Indonesia. Dampak Viral-Based Policy dalam Pelayanan Publik. Ombudsman.go.id. Diakses pada 2025.
Economica.id. Viral-Based Policy: Realita Disfungsi dalam Sistem Pemerintahan Indonesia. Economica.id, 2025.
Alinea.id. Viral-Based Policy, Kebijakan yang Ganggu Stabilitas Ekonomi. Alinea.id, 2025.
Muslimahnews.net. Viral-Based Policy dan Dampaknya. Muslimahnews.net, 18 Februari 2025.
Penulis: Anggita Nurardiyati (172241034), Mahasiswa Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
Editor: Erna Fitri, Tim BeritaKuliah.com