BERITAKULIAH.COM, Bantul — Di lereng perbukitan Imogiri, Bantul, sebuah desa bernama Wukirsari menyimpan denyut kehidupan yang tak pernah padam. Desa ini dikenal sebagai rumah bagi para perajin batik tulis legendaris, penghasil minuman herbal khas Wedang Uwuh, dan pusat literasi yang menjadi tempat belajar masyarakat. Di tengah keheningan desa yang sejuk, semangat baru tumbuh sebuah sinergi antara pengetahuan global dan kearifan lokal, lewat Program International Community Service (ICS) 2025.
Langkah Kecil, Dampak Besar
Tahun ini, ICS hadir sebagai kolaborasi antara Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas PGRI Yogyakarta (UPY), dan Universitas PGRI Semarang (UPGRIS). Puluhan mahasiswa dari berbagai latar belakang ilmu diterjunkan untuk hidup bersama masyarakat Wukirsari, belajar sekaligus berbagi. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 19 samapi 21 Mei 2025 di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten bantul.
Menghidupkan Kembali Semangat Literasi
Salah satu lokasi kegiatan adalah Pustaka Desa Wukirsari sebuah bangunan sederhana yang menyimpan ratusan buku, namun sering kali sepi pengunjung. Melalui kegiatan ICS, kami berharap pustaka ini kembali hidup. Mahasiswa mengadakan sesi diskusi dan pelatihan bersama pengelola pustaka, membahas manajemen operasional, pengembangan sumber daya manusia, strategi pemasaran, hingga perawatan dan inventarisasi koleksi. Tujuannya satu yaitu menumbuhkan kembali minat baca masyarakat, terutama generasi muda. Berbagai inovasi dilakukan mulai dari pengenalan sistem digital library, dan lomba literasi desa. Kini, pustaka tak lagi sekadar tempat menyimpan buku, tapi menjadi ruang tumbuh ide dan inspirasi warga desa.
Batik Giriloyo: Warisan yang Terus Berdenyut
Tak jauh dari pustaka, Sentra Batik Giriloyo menjadi pusat kegiatan lain. Para pengrajin, sebagian besar ibu-ibu, menyambut mahasiswa ICS dengan tangan terbuka. Mereka berbagi cerita tentang proses membatik yang rumit namun penuh cinta dari membuat pola, mencanting malam, hingga mencelupkan kain ke larutan pewarna alami. Namun di balik keindahan motifnya, terdapat tantangan nyata, pengelolaan keuangan yang belum terstruktur, pemasaran yang masih bergantung pada penjualan langsung, dan minimnya pemanfaatan teknologi.
Dalam kegiatan ini, mahasiswa mengadakan sesi pendampingan terkait keuangan, pemasaran digital, dan pengelolaan limbah batik yang ramah lingkungan. Bersama-sama mereka belajar, berdiskusi, dan menulis ulang strategi bisnis yang lebih modern tanpa menghilangkan nilai tradisi. “Digitalisasi bukan untuk menggantikan budaya, tapi memperluas napasnya agar tetap hidup di masa depan,” ujar salah satu peserta ICS dengan bangga.
Wedang Uwuh Herbalfit: Dari Ramuan Tradisional ke Pasar Internasional
Di sisi lain, tim ICS lain fokus pada UMKM Wedang Uwuh Herbalfit, produk kebanggaan Imogiri yang kaya rempah dan sejarah. Meskipun dikenal di pasar lokal, produk ini masih kesulitan menembus pasar mancanegara karena kendala promosi dan branding. Melalui pendekatan kolaboratif, mahasiswa membantu melakukan rebranding produk, fotografi kemasan, hingga pelatihan pemasaran digital lintas platform. Pendampingan juga dilakukan untuk menyiapkan strategi ekspor sederhana, seperti sertifikasi produk dan optimalisasi e-commerce..
Wukirsari bukan sekadar desa budaya, tetapi simbol dari bagaimana pengetahuan, kolaborasi, dan kepedulian dapat membangkitkan potensi lokal untuk bersaing di panggung dunia. Seperti motif batik yang rumit namun indah, ICS 2025 telah menorehkan warna baru bagi masa depan Wukirsari: berakar di tanahnya, namun bernafas dalam semangat global.













