Mengubah Duka Menjadi Doa: Penguatan Mental Korban Banjir Sumatera Melalui Pendekatan Spiritual

Avatar photo
Mengubah Duka Menjadi Doa: Penguatan Mental Korban Banjir Sumatera Melalui Pendekatan Spiritual

BERITAKULIAH.COM, Bekasi — Bencana banjir yang melanda Sumatera Barat, Aceh, dan Sumatera Utara bukan sekadar ujian fisik berupa hilangnya harta benda, namun juga ujian batin yang berat. Di tengah hamparan air cokelat yang meluap, terdapat jiwa-jiwa yang terguncang.

Dalam kacamata Pendidikan Agama Islam (PAI), penanganan pascabencana tidak boleh berhenti pada bantuan logistik semata, melainkan harus menyentuh aspek Resiliensi Spiritual.

Masyarakat di ketiga provinsi ini memiliki ikatan emosional dan budaya yang sangat kuat dengan nilai-nilai Islam.

Oleh karena itu, pendekatan keagamaan menjadi kunci utama dalam memulihkan mental korban melalui tiga pilar utama:

1. Rekonstruksi Tauhid

Memahami Makna Ujian Langkah awal dalam penguatan mental adalah menanamkan pemahaman bahwa musibah bukanlah bentuk kebencian Allah, melainkan Ibtila’ (ujian) untuk menaikkan derajat mukmin. Dengan memahami bahwa “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (segalanya milik Allah), beban psikologis korban akan berkurang karena mereka merasa tidak sendirian dalam menghadapi ketetapan-Nya.

2. Terapi Zikir dan Penenangan Hati

Secara psikologis, kecemasan pascabencana dapat diredam dengan aktivitas spiritual kolektif. Zikir, doa bersama, dan salat berjemaah di posko pengungsian berfungsi sebagai Trauma Healing alami. Hal ini sejalan dengan janji Allah dalam QS. Ar-Ra’d: 28 bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram.

3. Membangun Optimisme dengan Tawakal

Tawakal bukan berarti pasif, melainkan sebuah kekuatan mental untuk bangkit. Pendidikan Agama Islam mengajarkan bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Di wilayah seperti Aceh dan Sumbar, peran ulama dan tokoh agama sangat vital untuk membangkitkan harapan melalui tausiyah yang menyejukkan, sehingga korban tidak terperosok dalam keputusasaan (putus asa adalah hal yang dilarang dalam agama).

Kesimpulannya adalah : Pendekatan keagamaan adalah “fondasi batin” yang membuat masyarakat di Sumatera tetap tegak berdiri meski dihantam badai. Sebagai insan akademis PAI, kita harus memandang bahwa pemulihan spiritual adalah bagian tak terpisahkan dari misi kemanusiaan. Dengan iman yang kuat, duka akibat banjir akan berubah menjadi energi positif untuk membangun kembali kehidupan yang lebih baik.

Penulis: Ust. Ruston Nawawi, S.Pd.I
Mahasiswa Pascasarjana PAI UNISMA Bekasi

Editor: Bifanda Ariandhana, Tim BeritaKuliah.com