BERITAKULIAH.COM, DEMAK – Sebuah inovasi yang memadukan teknologi penginderaan jauh dengan kebutuhan nyata masyarakat lahir dari program KKN di Desa Tambakbulusan, Kecamatan Sayung. Adalah Azka Raihan, seorang mahasiswa dari Departemen Oseanografi, Universitas Diponegoro, yang berhasil membuat peta ketersediaan lahan mangrove dengan memanfaatkan analisis citra satelit.
Peta yang kini terpajang di balai desa tersebut menjadi panduan berbasis data bagi pemerintah desa untuk merencanakan program mitigasi abrasi secara lebih efektif. Azka, yang tergabung dalam KKN-T Tim 35, menerapkan langsung ilmunya untuk mengatasi masalah utama di desa pesisir tersebut.
Tantangan di Tambakbulusan bukan hanya abrasi, tetapi juga minimnya data spasial yang akurat mengenai lahan mana saja yang kosong dan cocok untuk ditanami mangrove. Hal ini seringkali menghambat program reboisasi dari berbagai pihak.
“Latar belakang saya di Oseanografi membuat saya terbiasa bekerja dengan data spasial, termasuk citra satelit. Saya melihat ini adalah kesempatan emas untuk mengaplikasikan ilmu perkuliahan langsung ke masyarakat,” ungkap Azka Raihan, Selasa (24/6/2025). “Tujuannya adalah mengubah data satelit yang kompleks menjadi sebuah peta yang sederhana dan mudah dipahami oleh semua orang.”
Proses pembuatan peta ini menunjukkan sinergi antara teknologi dan kerja lapangan. Berbeda dari pemetaan manual murni, Azka memulai langkahnya dari depan layar komputer.
Prosesnya adalah sebagai berikut:
- Analisis Citra Satelit: Azka mengunduh dan menganalisis citra satelit resolusi tinggi yang mencakup seluruh wilayah pesisir Desa Tambakbulusan. Dengan keahliannya, ia menginterpretasikan citra tersebut untuk mengidentifikasi area-area yang secara visual tampak seperti lahan terbuka, tambak non-produktif, atau dataran lumpur yang potensial.
- Identifikasi Titik Potensial: Dari analisis tersebut, puluhan titik ‘kandidat’ lahan berhasil ditandai secara digital.
- Verifikasi Lapangan (Ground-Truthing): Tahap ini adalah kunci. Azka bersama tim KKN-nya kemudian turun langsung ke titik-titik yang sudah ditandai di peta digital untuk melakukan verifikasi. Mereka memastikan kondisi lahan di lapangan, seperti jenis tanah dan akses air pasang, serta melakukan wawancara dengan warga sekitar untuk memastikan status kepemilikan lahan.
- Desain dan Cetak Peta: Setelah data terverifikasi, semua informasi final diolah menjadi sebuah desain peta yang informatif. Peta tersebut kemudian dicetak dalam ukuran besar untuk diserahkan kepada desa.
“Data dari satelit memberi kita gambaran besar, tapi verifikasi di lapangan adalah wajib hukumnya. Proses inilah yang memastikan peta kami 99% akurat dan benar-benar bisa diimplementasikan,” tegas Azka.
Kepala Desa Tambakbulusan, Bapak Achmad Chabibullah, mengaku kagum dengan pendekatan yang digunakan. Baginya, ini adalah terobosan yang sangat membantu.
“Terus terang kami kagum. Dari gambar ‘dari langit’ yang diolah Mas Azka dan teman-teman Undip, sekarang kami punya peta fisik yang jelas di dinding balai desa,” tuturnya. “Ini bukan lagi soal kira-kira. Kalau ada yang mau menyumbang bibit mangrove, kami bisa dengan percaya diri menunjukkan, ‘Pak, di titik ini ada lahan sekian meter persegi yang siap tanam’. Ini sangat memudahkan perencanaan kami.”
Karya Azka Raihan menjadi contoh ideal bagaimana seorang mahasiswa dapat menerjemahkan keilmuan spesifiknya menjadi solusi praktis yang berdampak langsung bagi kemajuan dan ketahanan lingkungan di masyarakat.
Editor: Erna Fitri, Tim BeritaKuliah.com