BERITAKULIAH.COM — Penerapan kenaikan Pajak Pertambana Nilai (PPN) menjadi 12 persen sejalan dengan Undang – undang Nomor 7 TAHUN 2021 dengan memberlakukan PPN sebesar 11 persen sejak 1 April 2022 dan 12 persen pada januari 2025 mendatang menuai beragam respon dari berbagai pihak.
Kebijakan yang tertuang dalam UU Harmoni Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi langkah pemerintah dalam upaya memulihkan ekonomi indonesia pasca pandemi.
Sri Mulyani Indrawati selaku Mentri Keuangan mengungkapkan, kenaikan PPN ini diproyeksikan bisa menambah penerimaan negara. “ kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang komprehensif untuk meningkatkan tax ratio Indonesia” ujaranya dalam konferensi pers di jakarta, Selasa (15/3/2022).
Piter Abdullah sebagai Ekonom senior Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, memberikan peringatan potensi kenaikan sebesar 0,5 – 1% akibat dari penerapan kebijakan ini, “Masyarakat harus siap menghadapi kenaikan harga barang dan jasa secara umum,” tegasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi PPN terhadap penerimaan negara mencapai 31,8% pada tahun 2021. Angka ini menunjukkan peran vital PPN dalam struktur pendapatan negara.
Namun, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat adanya potensi penurunan daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid, menyoroti timing implementasi kebijakan ini. “Kita masih dalam masa pemulihan ekonomi. Pengusaha mengkhawatirkan dampaknya terhadap konsumsi masyarakat,” ungkapnya saat dihubungi di Jakarta.
Merespons kekhawatiran berbagai pihak, pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan mitigasi. Di antaranya pembebasan PPN untuk sembilan bahan pokok, pemberian bantuan sosial tambahan, dan berbagai insentif pajak bagi UMKM.
“Pemerintah tetap memperhatikan aspek sosial dalam implementasi kebijakan ini,” tegas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa monitoring ketat akan dilakukan untuk memastikan kebijakan ini tidak memberatkan masyarakat.
Sementara itu, data BPS menunjukkan tingkat inflasi pasca implementasi PPN 12% mencapai 4,35%. Angka ini masih dalam rentang target inflasi Bank Indonesia sebesar 2-4%. Namun, pengamat ekonomi mengingatkan perlunya pengawasan berkelanjutan terhadap stabilitas harga di pasar.
Dalam perspektif regional, Indonesia masih tergolong moderat dalam penerapan tarif PPN dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Singapura misalnya, telah mengumumkan rencana kenaikan GST (Goods and Services Tax) hingga 9% pada 2024.
Terlepas dari pro dan kontra, kebijakan kenaikan PPN ini menjadi bagian integral dari upaya pemerintah memperkuat fundamental ekonomi nasional. Keberhasilannya akan sangat bergantung pada implementasi di lapangan dan efektivitas program-program pendampingnya.