Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Namun, kemajuan tersebut juga membuka peluang bagi ancaman-ancaman baru yang bersifat digital. Di tengah arus transformasi digital ini, keamanan siber menjadi unsur krusial dalam mempertahankan kedaulatan dan kelangsungan negara. Bela negara tidak lagi sekadar soal pertahanan fisik, tetapi juga menjaga ruang siber agar tetap aman dari serangan dan gangguan.
Artikel ini akan menguraikan peran keamanan siber sebagai bagian dari bela negara, ancaman-ancaman yang dihadapi, strategi dan langkah nyata yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, serta urgensi kolaborasi untuk memperkuat pertahanan digital Indonesia.
Dasar Hukum dan Landasan Bela Negara Siber
- UUD 1945 dan Pasal 30
UUD 1945 Pasal 30 menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Di masa kini, “usaha pertahanan” tersebut juga mencakup konstelasi digital menanggapi ancaman siber yang menembus batas fisik dan dapat melemahkan sistem pemerintahan, ekonomi, dan keamanan nasional. - UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Undang-Undang ini mendefinisikan pertahanan negara sebagai segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan.
Di dalam UU tersebut, sistem pertahanan negara bersifat semesta, artinya seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional dilibatkan secara terpadu.
Konsep bela negara pun diperluas: bukan hanya tugas militer, melainkan tanggung jawab kolektif masyarakat terhadap keamanan nasional termasuk di ranah siber. - Strategi Nasional Keamanan Siber
BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) telah merumuskan strategi nasional keamanan siber yang meliputi penguatan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, kolaborasi antar sektor, dan peningkatan kesadaran publik.
Dengan hadirnya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) diharapkan proteksi terhadap data pribadi warga negara semakin kokoh sebagai bagian dari kerangka legal keamanan siber nasional.
Ancaman Siber di Indonesia: Fakta dan Tren
Berikut sejumlah data dan tren yang menggambarkan betapa seriusnya ancaman siber di Indonesia:
- Pada tahun 2022, tercatat 714.170.967 anomali trafik atau serangan siber yang menyerang berbagai institusi di Indonesia. Jenis serangan yang banyak ditemui antara lain ransomware, phishing, dan defacement.
- Menurut data BSSN / lembaga terkait, terdapat 370,02 juta serangan siber pada 2022, dengan lonjakan sebesar 38,72% dibanding tahun sebelumnya.
- Sektor administrasi pemerintahan menjadi target utama serangan siber di Indonesia.
- Dalam periode 2023–2024, 62% dari total serangan menyasar pembobolan data. Sektor manufaktur paling banyak diserang (31%), diikuti instansi pemerintah dan sektor keuangan (masing-masing 23%). Neraca
- Di tahun 2023, BSSN mencatat 403.990.813 anomali trafik (serangan) dengan jenis aktivitas seperti APT (Advanced Persistent Threat) dan ransomware yang cukup tinggi.
- Ancaman baru berupa “AI Agentik” (agen kecerdasan buatan otonom) muncul sebagai vektor serangan yang dapat mengautomasi kegiatan jahat di dunia maya.
- Indonesia juga menghadapi keterbatasan: anggaran keamanan siber masih relatif kecil dibanding kebutuhan, dan kekurangan tenaga ahli menjadi hambatan serius dalam operasional pertahanan siber.
- Serangan siber ke lembaga pemerintahan pernah mengakibatkan kerentanan besar. Presiden bahkan memerintahkan audit terhadap pusat data pemerintah setelah adanya serangan ransomware besar pada 2024 yang menimpa ratusan instansi publik.
Dari fakta-fakta tersebut terlihat bahwa ruang siber Indonesia adalah medan yang sangat dinamis dan berisiko tinggi — menjadikannya salah satu front nyata dalam konteks bela negara masa kini.
Peran dan Tanggung Jawab dalam Bela Negara Siber
1. Pemerintah dan Lembaga Negara
- Merumuskan kebijakan dan regulasi yang kuat untuk melindungi data nasional, layanan publik, dan infrastruktur kritis.
- Memperkuat kapasitas BSSN dan lembaga terkait (Kominfo, TNI, POLRI, BIN) dalam deteksi dini, tanggap insiden, forensik digital, dan mitigasi.
- Menyusun protokol keamanan dan mewajibkan backup data secara sistematis untuk semua institusi pemerintah.
- Menjalin kerja sama internasional untuk berbagi intelijen tentang ancaman siber, tren baru, dan praktik terbaik global.
- Mengalokasikan anggaran khusus yang memadai untuk pengembangan infrastruktur keamanan siber dan pelatihan sumber daya manusia.
2. Instansi Swasta dan Pengelola Infrastruktur Kritis
- Menjaga sistem TI internal secara proaktif: patching rutin, audit keamanan, pemantauan trafik jaringan, dan simulasi serangan internal.
- Mengintegrasikan kebijakan keamanan siber ke dalam budaya perusahaan sebagai aspek esensial (bukan beban tambahan).
- Berkolaborasi dengan lembaga pemerintah untuk berbagi informasi indikasi serangan atau kerentanan.
3. Masyarakat (Setiap Individu Warga Negara)
Bela negara di ranah digital juga bergantung pada literasi dan kesadaran warga negara. Langkah konkret yang dapat dilakukan antara lain:
- Membuat kata sandi kuat, rutin mengganti password, serta mengaktifkan verifikasi dua langkah (2FA) pada akun-akun penting.
- Waspada terhadap phishing, link mencurigakan, dan permintaan data pribadi yang tidak jelas asal-usulnya.
- Tidak menyebarkan hoaks atau konten disinformasi — karena bisa melemahkan kepercayaan sosial dan stabilitas.
- Mengedukasi keluarga, teman, dan komunitas tentang etika digital dan keamanan online.
- Mendukung kebijakan pemerintah tentang keamanan siber dan melaporkan insiden siber jika menemukan indikasi.
Tantangan dan Jalan ke Depan
- Keterbatasan SDM dan Anggaran
Kekurangan tenaga ahli keamanan siber dan alokasi dana yang masih kecil menjadi hambatan signifikan dalam membangun pertahanan digital yang kokoh. - Cepatnya Perkembangan Teknologi Ancaman
Penggunaan AI, Internet of Things (IoT), Big Data, dan teknologi mutakhir lainnya memungkinkan pelaku jahat menciptakan metode serangan yang semakin canggih. - Koordinasi Antarsektor
Segmen pemerintahan, swasta, dan masyarakat sering kali berjalan sendiri-sendiri. Tanpa kolaborasi erat dan sistem pertukaran intelijen yang lancar, celah keamanan akan tetap ada. - Kesadaran Publik yang Belum Merata
Meski banyak kampanye, masih ada masyarakat yang belum menyadari pentingnya keamanan siber dalam kehidupan sehari-hari — apalagi dalam konteks bela negara digital.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut, langkah-langkah strategis perlu terus didorong:
- Peningkatan pendidikan dan pelatihan keamanan siber sejak jenjang sekolah dan perguruan tinggi.
- Program sertifikasi keamanan siber nasional untuk mendorong kompetensi profesional dalam skala luas.
- Pengembangan platform deteksi insiden bersama antar institusi publik dan swasta.
- Penguatan regulasi dan paksaan hukum — misalnya keharusan backup data, audit berkala, dan sanksi terhadap pelanggaran keamanan.
Bela negara di era modern tak hanya tentang mengangkat senjata di front fisik, melainkan tentang menjaga integritas ruang digital nasional. Keamanan siber adalah pertahanan strategis yang harus dilindungi oleh seluruh elemen bangsa pemerintah, institusi publik, dunia usaha, dan masyarakat.
Dengan kolaborasi yang kuat, kesadaran tinggi, dan investasi berkelanjutan pada teknologi dan SDM, Indonesia dapat memperkuat benteng keamanan siber sebagai wujud nyata cinta tanah air di zaman digital. Semoga artikel ini menjadi kontribusi kecil untuk menggugah kesadaran kolektif mengenai urgensi bela negara di dunia maya.
Penulis: Dicky Karillo Redinata