beritakuliah.com — Bela negara sering dipersepsikan sebatas kesiapan fisik, militer, dan pertahanan senjata. Padahal, di era globalisasi dan transformasi digital, konsep ini jauh lebih luas. Bela negara adalah bagaimana setiap warga menjaga kedaulatan bangsanya dalam segala aspek kehidupan, termasuk di dunia digital. Dunia maya kini telah menjadi “ruang publik raksasa” tempat berlangsungnya interaksi sosial, ekonomi, politik, bahkan pertahanan negara.
Salah satu ancaman terbesar di ruang ini adalah keamanan data pribadi. Data di zaman modern ibarat “emas hitam” atau bahkan “minyak abad ke-21” yang menentukan kekuatan sebuah bangsa. Siapa menguasai data, dialah yang menguasai arah perkembangan teknologi, ekonomi, hingga kebijakan politik suatu negara.
Indonesia, dengan jumlah penduduk menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) pada pertengahan tahun 2025 yang mencapai sekitar 286,7 juta jiwa, memiliki potensi jumlah data digital yang sangat masif. Mulai dari data kependudukan, rekam medis, data transaksi keuangan, hingga jejak digital sehari-hari di media sosial. Bayangkan, bila semua data itu bocor atau bahkan diperjualbelikan ke pihak asing, maka kedaulatan negara kita bisa goyah. Itulah sebabnya isu tentang dugaan penjualan data Indonesia ke Amerika Serikat memicu kehebohan di masyarakat. Bukan hanya sekadar permasalahan biasa, tetapi juga menyangkut harga diri bangsa, hak asasi manusia, dan masa depan kedaulatan digital bangsa kita.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia sudah beberapa kali menghadapi kebocoran data yang masif. Mulai dari kasus data KPU yang bocor, Kebocoran data 1,3 miliar registrasi SIM card, hingga isu data BPJS Kesehatan yang dijual di forum gelap internet. Kasus-kasus ini membuktikan bahwa infrastruktur digital kita masih rapuh. Nah, baru-baru ini mencuat pula kabar bahwa data masyarakat Indonesia diduga diperjualbelikan ke pihak Amerika Serikat. Walaupun kebenarannya masih menuai perdebatan, isu ini tetap relevan untuk dibahas.
Mengapa isu ini sangat serius? Karena data pribadi bukan sekadar kumpulan angka dan identitas. Data adalah cermin dari perilaku masyarakat, preferensi politik, aktivitas ekonomi masyarakat, hingga potensi ekonomi suatu bangsa. Dengan menguasai data sebuah negara, pihak asing bisa melakukan banyak hal:
- Mengendalikan ekonomi, misalnya dengan mengetahui pola aktivitas ekonomi di masyarakat Indonesia, perusahaan asing bisa masuk dan mendominasi pasar.
- Mengintervensi politik, data bisa dipakai untuk propaganda, penyebaran disinformasi, atau memengaruhi opini publik.
- Mengancam keamanan nasional, kebocoran data pejabat, militer, atau lembaga negara bisa membuka peluang serangan siber atau sabotase.
- Kejahatan transnasional, termasuk perdagangan manusia, penipuan lintas negara, dan eksploitasi data untuk kejahatan finansial.
Jika benar data kita dijual tanpa persetujuan, maka itu adalah pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Hak atas privasi adalah hak fundamental yang seharusnya dijaga oleh negara. Tanpa perlindungan yang kuat, rakyat bisa menjadi korban dalam permainan geopolitik dan ekonomi global.
Menurut saya, praktik penjualan data pribadi adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Apa pun alasannya entah demi ekonomi, kerja sama internasional, atau kepentingan politik tindakan ini tetap tidak bisa dibenarkan. Privasi adalah hak dasar setiap manusia. Ketika data pribadi diperjualbelikan tanpa izin, kita diperlakukan seolah bukan warga negara yang merdeka, melainkan seperti “arsip digital yang bisa diperdagangkan di pasar gelap”.
Dari sisi etika, tindakan ini jelas tidak dapat diterima. Bahkan jika diklaim demi pertumbuhan ekonomi, cara yang ditempuh justru merobek martabat bangsa. Ekonomi yang sehat dibangun di atas transparansi, inovasi, dan kemandirian, bukan dengan menggadaikan kedaulatan rakyat.
Lebih jauh, penjualan data bisa membawa dampak domino yang sangat merugikan. Pihak asing dapat melakukan manipulasi terhadap data, menyusupkan informasi palsu, atau menggunakannya untuk kepentingan politik mereka. Jika ini dibiarkan, bukan tidak mungkin Indonesia akan kehilangan kendali atas arah pembangunan bangsanya sendiri. Artinya, kedaulatan bangsa terancam bukan karena invasi militer, tetapi karena lemahnya perlindungan data.
Sebagai mahasiswa informatika, saya sadar bahwa peran bidang ini tidak berhenti pada mempelajari algoritma atau membangun aplikasi. Lebih dari itu, informatika memegang peranan penting dalam menciptakan pertahanan digital bangsa. Kita tidak bisa hanya berpikir tentang coding atau software development, tetapi harus melihat lebih luas bagaimana teknologi yang kita kembangkan dapat melindungi kepentingan nasional dan menguatkan kedaulatan digital Indonesia.
Ada beberapa kontribusi nyata bidang informatika dalam bela negara di era digital, antara lain:
- Keamanan Siber (Cyber Security) : Dengan menguasai teknik enkripsi, firewall, hingga artificial intelligence untuk deteksi ancaman, kita bisa mencegah kebocoran data dan serangan siber.
- Sistem Pertahanan Digital : Informatika berperan membangun infrastruktur digital nasional yang kuat. Misalnya, sistem database kependudukan yang terenkripsi dengan baik, atau server nasional yang tidak mudah ditembus pihak asing.
- Etika Digital : Sebagai mahasiswa informatika kita juga harus mengedepankan etika. Jangan sampai kemampuan teknologi justru digunakan untuk membobol sistem atau memperjualbelikan data. Etika digital adalah benteng moral yang harus dijaga.
- Inovasi Teknologi Lokal : Dengan riset dan inovasi, kita bisa mengurangi ketergantungan pada teknologi asing. Semakin mandiri teknologi kita, semakin kuat pula kedaulatan digital Indonesia.
Maka, bela negara bagi mahasiswa informatika bukan lagi soal mengangkat senjata, tetapi bagaimana berkontribusi melindungi bangsa lewat jalur keilmuan. Kita bisa menjadi garda depan dalam perang siber, membela negara dengan kemampuan teknologi, dan memastikan data rakyat tidak mudah dieksploitasi pihak asing.
Isu dugaan penjualan data pribadi masyarakat Indonesia ke Amerika harus menjadi alarm keras bagi kita semua. Bahwa di era digital, ancaman terhadap kedaulatan negara tidak hanya datang dari laut, darat, atau udara, tetapi juga dari dunia maya. Jika data kita bocor, maka sejatinya kita sudah kehilangan kendali atas jati diri bangsa sendiri.
Sebagai mahasiswa informatika, kita memiliki peran strategis dalam membangun benteng digital bangsa. Bela negara kini tidak hanya berarti berbaris di medan perang, tetapi juga menjaga data, menjaga privasi, dan menjaga kedaulatan digital Indonesia. Pemerintah memang harus hadir dengan regulasi yang lebih tegas, namun masyarakat terutama generasi muda juga harus berperan aktif dalam menjaga ruang siber kita.
Dengan kesadaran bersama, dengan teknologi yang tepat, serta dengan integritas moral yang kuat, Indonesia bisa tetap berdaulat. Bukan hanya di wilayah darat, laut, dan udara, tetapi juga di ruang digital yang semakin menjadi arena perebutan kekuasaan global. Bela negara adalah tanggung jawab kita semua, dan di era digital ini, medan perjuangan kita adalah data dan privasi bangsa, Jika di masa lalu bangsa ini berjuang mempertahankan tanah dan air, maka hari ini kita berjuang mempertahankan data dan informasi.