Kalau dulu pahlawan berjuang dengan bambu runcing, sekarang kita berjuang dengan barisan kode
Ketika mendengar kata bela negara, kebanyakan dari kita mungkin langsung membayangkan prajurit, senjata, dan medan perang. Padahal, di zaman sekarang, bela negara punya bentuk yang jauh lebih luas dan modern. Di era digital, bela negara tidak hanya tentang mempertahankan wilayah, tapi juga tentang menjaga identitas bangsa termasuk budaya dan bahasa daerah yang menjadi warisan tak ternilai.
Indonesia dikenal sebagai negara dengan keragaman budaya dan bahasa terbesar di dunia. Namun, di balik kebanggaan itu, ada fakta yang cukup mengkhawatirkan: banyak bahasa daerah di Indonesia yang terancam punah karena tidak lagi digunakan oleh generasi muda. Ketika penutur terakhir dari suatu bahasa meninggal, maka hilanglah juga sebagian dari sejarah, cara berpikir, dan nilai-nilai leluhur bangsa itu. Inilah yang membuat saya berpikir: bisakah kita, mahasiswa informatika, ikut membela negara dengan cara melestarikan budaya lewat teknologi?
Jawabannya: bisa banget.
Salah satu bentuk nyata bela negara di bidang informatika adalah dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk pelestarian budaya. AI memiliki kemampuan untuk mempelajari, merekam, dan menyimpan data dalam jumlah besar, termasuk suara, gambar, dan teks. Bayangkan jika ada proyek AI yang bisa merekam bahasa-bahasa daerah yang hampir punah, menganalisis tata bahasanya, mengenali aksennya, dan menyimpannya dalam bentuk digital. Dengan begitu, bahasa-bahasa tersebut tetap bisa diajarkan dan digunakan kembali, bahkan oleh generasi yang tidak pernah mendengarnya secara langsung.
Lebih dari itu, AI juga bisa membantu dalam mengenali pola batik, musik tradisional, atau cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia. Teknologi machine learning bisa mempelajari corak khas batik dari tiap provinsi, mengenali alat musik tradisional dari suara, hingga membuat arsip digital dari kisah-kisah daerah yang dulu hanya disampaikan dari mulut ke mulut. Semua ini bisa jadi langkah konkret untuk menjaga agar budaya kita tidak hilang ditelan arus globalisasi.
Bagi saya, inilah bentuk bela negara digital yang sesungguhnya. Kita tidak perlu mengangkat senjata, tapi cukup mengangkat keyboard dan semangat untuk membuat teknologi yang membawa manfaat bagi bangsa. Ketika kita menulis program yang membantu melestarikan budaya, kita sebenarnya sedang membela negara bukan dari ancaman fisik, tapi dari ancaman hilangnya jati diri bangsa.
Mahasiswa informatika memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk ikut serta dalam hal ini. Di tengah perkembangan teknologi yang begitu cepat, kita jangan hanya jadi pengguna, tapi juga pencipta inovasi yang berakar pada nilai-nilai lokal. AI tidak harus selalu digunakan untuk hal besar seperti robot atau otomatisasi industri, ia juga bisa menjadi jembatan antara generasi masa kini dan masa lalu bangsa.
Dengan memanfaatkan AI untuk melestarikan bahasa dan budaya, kita tidak hanya menjaga keberagaman, tapi juga menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia mampu menggabungkan teknologi dan tradisi. Inilah bentuk bela negara yang relevan di era modern: menjaga warisan leluhur melalui inovasi digital.
Seperti kata pepatah, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan budayanya.” Maka di zaman ini, tugas kita bukan hanya mempelajari kode, tapi juga menanamkan nilai cinta tanah air dalam setiap baris program yang kita tulis. Karena siapa bilang bela negara harus dilakukan di medan perang?
Sekarang, medannya adalah dunia maya dan senjatanya adalah teknologi.
Penulis : Natasya Jollyn Karisya Agustin