BERITAKULIAH.COM, Yogyakarta — Yogyakarta sejak lama dikenal sebagai kota yang sarat akan nilai budaya dan tradisi. Salah satu warisan yang tetap lestari hingga kini adalah batik, seni menggambar di atas kain yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia. Dari sekian banyak sentra batik di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kampung Batik Giriloyo di Kecamatan Imogiri, Bantul, menjadi salah satu pusat produksi batik tulis yang masih mempertahankan teknik tradisionalnya.
Sebagai bagian dari kegiatan International Community Service (ICS), mahasiswa Universitas PGRI Semarang berkesempatan untuk terjun langsung mengenal proses pembuatan batik di Giriloyo. Kegiatan ini tidak hanya memberikan wawasan budaya, tetapi juga menumbuhkan kepedulian terhadap aspek lingkungan dalam setiap tahap produksinya.
Proses Pembuatan Batik Tradisional
Di Kampung Batik Giriloyo, pembuatan batik masih dilakukan secara manual menggunakan teknik tulis. Prosesnya dimulai dengan mencuci dan merebus kain mori, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan pola atau motif menggunakan pensil. Setelah pola selesai, para pengrajin mulai menorehkan malam cair menggunakan canting dengan ketelitian tinggi.
Motif yang dihasilkan umumnya menggambarkan nilai-nilai filosofis Jawa seperti ketenangan, ketekunan, dan keharmonisan. Setelah proses pencantingan selesai, kain akan melalui tahap pewarnaan alami, lalu direbus kembali untuk menghilangkan malam, sehingga tampaklah keindahan motif batik yang khas. Proses panjang ini membutuhkan ketelatenan dan kesabaran, menjadikan setiap lembar batik Giriloyo memiliki nilai seni dan makna mendalam.
Pengelolaan Limbah Batik yang Ramah Lingkungan
Di balik keindahan batik, proses produksinya ternyata menghasilkan limbah cair yang berasal dari sisa pewarna dan pencucian kain. Di Kampung Batik Giriloyo, masyarakat dan pengrajin telah mulai menerapkan sistem pengelolaan limbah sederhana namun efektif, hasil dari kolaborasi antara komunitas lokal dan lembaga pendidikan seperti Universitas PGRI Semarang.
Limbah batik dikumpulkan ke dalam kolam penampungan khusus sebelum dialirkan ke lingkungan. Di kolam tersebut, dilakukan proses penyaringan alami menggunakan batu zeolit, pasir, dan arang aktif untuk menyaring zat pewarna kimia. Selain itu, beberapa pengrajin mulai beralih ke pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti daun mangga, kulit mahoni, dan akar mengkudu, yang lebih ramah lingkungan.
Langkah ini menjadi bukti nyata bahwa pelestarian budaya dan kelestarian lingkungan dapat berjalan beriringan. Pengrajin batik Giriloyo tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan alam.
Sinergi Akademisi dan Masyarakat
Kegiatan ICS di Kampung Batik Giriloyo menjadi contoh baik kolaborasi antara mahasiswa, akademisi, dan masyarakat dalam memajukan sektor ekonomi kreatif yang berkelanjutan. Mahasiswa tidak hanya belajar membuat batik, tetapi juga turut membantu dalam dokumentasi, edukasi, dan sosialisasi pentingnya pengelolaan limbah bagi keberlanjutan usaha batik.
Melalui kegiatan ini, diharapkan muncul generasi muda yang tidak hanya memahami nilai budaya, tetapi juga memiliki kesadaran ekologis dan semangat inovasi dalam melestarikan warisan bangsa











